Baiklah, sebenarnya ini topik lama. Sekitar akhir bulan Desember lalu aku kenalan dan merenungi dengan pembahasan soal Metaverse ini.
Tapi karena pembahasan ini semakin banyak dibicarakan di publik, jadi aku mau menuliskan hasil pikiranku tentang Metaverse ini, dan bagaimana posisiku dalam menyikapinya.
Metaverse bukan Multiverse
Jadi, fun fact, sebenarnya aku mengira Metaverse adalah salah suatu konsep dunia fiksi dari film Marvel. Kalian tahu, multiverse, yang pertama kali diperkenalkan dalam “Spiderman: Far From Home,”?!
Ya. Saat media sosial tengah ramai istilah metaverse, aku kira mereka sedang membicarakan konsep dunia paralel tersebut. Karena meta-verse, multi-verse, terdengar mirip. Mungkin bedanya aku kira metaverse bukan dari Marvel, tapi DC Universe (karena mereka ada konsep Meta-Human).
Metaverse dan Dunia Maya
Tapi selanjutnya aku nonton podcast-nya Deddy Corbuzier, di situ bintang tamunya bahas tentang dunia metaverse. Aku jadi mengerti, owalah ternyata ini bukan konsep fiktif. Tapi ini ada hubungannya dengan si pendiri Facebook, yang pingin menciptakan platform di mana semua orang bisa terhubung dan melakukan apa saja.
Ya intinya metaverse itu dunia maya seperti yang sudah kita kenal selama ini. Hanya saja, si Mark pingin dunia maya tersebut bisa terasa lebih riil, secara visual, dan sentuhan.
Seperti yang kita tahu, dunia maya yang sekarang, itu kan masih sebatas interaksi teks, gambar, atau video. Dunia tersebut tidak benar-benar bisa menggantikan dunia riil kita yang bisa kita alami secara sensorik.
Selain itu, tidak semua orang terhubung dengan internet, karena kurang meratanya akses teknologi. Pun jika sudah jadi pengguna internet, setiap orang juga tidak terhubung pada satu platform yang sama. Ada yang mainnya di FB, IG, Twitter, atau main game, atau malah cuma browsing saja.
Nah, si Mark pingin dunia maya tersebut bisa terasa riil secara sensorik, juga semua orang terhubung pada satu sama lain meski beda platform.
Caranya bagaimana mewujudkan dunia maya metaverse seperti itu?
Well, Facebook mengubah nama perusahannya jadi Meta. Dan, mereka sedang mengembangkan teknologi VR. Kalian sudah pernah dengar teknologi Virtual Reality kan?!
Iya. Dengan perangkat VR, pengalaman visual seperti video dan game jadi terasa nyata di depan mata kita.
Entahlah mungkin perusahaan Meta ini mau membuatnya lebih riil misal ada sensorik sentuhan, atau juga biar lebih murah. Karena sampai sejauh ini teknologi tersebut hanya bisa diakses oleh mereka yang berduit saja.
Selain itu, dengan nama Meta, mungkin mereka juga mau menguasai semua platform media sosial dan menjadikan mereka bersatu dalam satu payung perusahaan. Ya seperti yang mereka lakukan terhadap Instagram dan Whatsapp, yang keduanya terhubung dengan Facebook, atau dalam satu wadah Meta.
Seperti di Film
Untuk gambaran jelasnya, mungkin kalian bisa film Ready Player One. Astaga, itu film keren banget, sumpah!
Film itu menggambarkan bagaimana dunia di masa depan, di mana kegiatan orang sehari-harinya tidak dilakukan di dunia nyata, tapi dunia maya semua.
Dunia mayanya tidak hanya sekedar kayak media sosial yang texting doang, tapi secara harfiah mereka berinteraksi, menyentuhnya, dengan perangkat VR mereka. Sehingga mereka melakukan semua kegiatannya di dunia maya, mulai dari nge-game, bersosial, dansa, bekerja pun di sana.
Teknologinya Sudah Ada
Aku sempet mikir sih. Kalau dunia metaverse itu digambarkan sama seperti pada film tersebut, is that really possible?
Karena gimana ya, perangkat VR kan cuma terbatas pada visual. Ketika kita berada di dalam game, misal, kita cuma merasa riel secara visual. Mungkin kita juga bisa menggerakkan anggota badan seperti memukul, mengelak, tapi kita tidak bisa berjalan, berlari. Karena, ya kita bakal nabrak dinding kan kalau kita pakai VR dan berlari-lari dalam kamar.
Well, ternyata sekarang tuh sudah ada teknologi untuk mengatasi itu: VR Omni Treadmill. Astaga, kemana aja aku selama ini, sampai aku baru tahu teknologi itu benar-benat nyata.
Jadi, pada film “Ready Player One” itu ditunjukkan si pemainnya koq bisa secara nyata menggerakkan tubuhnya di game, seperti berlari, melompat, itu karena VR Omni tersebut. Itu adalah perangkat VR, sama kayak yang ada sekarang, pakai kacamata gitu. Cuma ada treadmill di bawah, yang bisa berputar 360 derajat. Sehingga player bisa benar-benar berlari, namun tetap berada di tempat.
Dan perangkat VR tersebut bukan hanya pengembangan, tapi malah sudah dikomersialkan. Ya meskipun harganya gak muat masuk rekening kaum menengah sih.
Tapi fakta bahwa teknologi tersebut sudah eksis, that’s amazing! Ya mungkin tinggal masalah harga saja. Dan bukan tidak mungkin harganya bisa jadi terjangkau oleh setiap orang. Ya sama kayak smartphone, yang dulunya mahal, tapi sekarang bisa diakses oleh semua orang.
Bayangkan kalau itu terjadi, ya bukan tidak mungkin metaverse benar-benar terwujud.
Aku pribadi juga mau punya perangkat VR tersebut. Pingin merasakan gimana sensasinya jalan-jalan di hutan fantasi, atau lari (secara harfiah lari, menggerakkan kaki) dari kejaran zombie. Wah, asyik deh!
Sikapku
Cuma menurutku, terwujudnya metaverse ini gak akan se-ekstrim kayak di film, yang semua orang menghabiskan berjam-jam kehidupan riilnya masuk di dunia maya. Karena pasti akan tipe orang yang lebih prefer dunia nyata, meski setragis apapun hidup mereka. Hahaha, ya, aku sedang membicarakan diriku sendiri.
Mau sekeren apapun dunia metaverse, aku pikir rujak manis masih lebih lezat di lidah, wedang jahe masih lebih hangat bagi tubuh, dan bermain dengan piaraan masih lebih refreshing menurutku. Meskipun sekarang aku masih struggle nyari duit untuk bisa adopsi anjing.
So yeah, metaverse is cool, interesting. But, we live in real life.
Komentar
Posting Komentar