Langsung ke konten utama

Film dan Framing Masyarakat

Ceritanya aku mau nonton film All of Us Dead yang lagi rame belakangan ini. Tapi gak tau nih film tentang apa. Lihat di google, ternyata itu soal zombie. Wah asyik nih.

Tapi lanjut baca sinopsisnya, eh setting-nya tentang anak SMA. Yaelah, gak jadi tertarik dah. Males banget kalau ceritanya anak SMA. Bukan kenapa-kenapa nih. Aku merasa gak bisa relate aja. Kan aku kalau nonton film zombie itu sukanya membayangkan bagaimana kalau diri sendiri berada pada situasi yang ada di film tersebut. Lha kalau setting-nya anak SMA, kan percuma, aku udah gedhe begini.

Entah ya, aku merasa film-film produksi Asia, yang genre-nya imajinatif, itu koq setting-nya sering anak remaja gitu? Anak SMA terjebak zombie, anak remaja terlempar ke dimensi fantasi. Gak ada gitu kayak film barat, yang setting-nya itu orang dewasa, misal serie Marvel gitu, itu kan protagonisnya pada dewasa semua (kecuali mungkin spiderman).

Terus aku coba cari yang protagonisnya dewasa pada film produksi Asia, itu kebanyakan temanya gak ada yang fantasi, lebih ke masalah-masalah kenyataan sehari-hari. Misalnya, drama cinta segitiga, antara suami, istri, dan selingkuhannya. Atau, drama perebutan harta keluarga besar. Atau, romansa komedi boss dengan sekretarisnya. What?!

Ini mah sama aja. Aku mana bisa relate sama masalah-masalah "normal" seperti itu. Orang desa miskin dan pengangguran begini. Hahaha...

Kira-kira kenapa ya ada beda genre dan setting, antara film produksi barat dan Asia? Apa karena target pasarnya orang Asia memang kayak gitu? Jadi kayaknya pada daerah Asia, karakteristik masyarakatnya itu lebih banyak mikirin persoalan pelakor, perebutan harta, dan pacaran di tempat kerja.

Lha, orang kayak aku begini, yang sehari-harinya lebih banyak ngelamun tentang tips dan trik menjinakkan naga, mungkin tidak cocok jadi orang dewasa di benua Asia. Orang kayak aku, dianggap tidak bisa dewasa, kejiwaannya lebih cocok sebagai anak remaja. Hmm ...

Tapi, apa memang iya orang Asia karakteristik pasarnya kayak begitu? Atau justru ini sebaliknya, bahwa industri perfilman sengaja memproduksi genre itu, untuk kalangan usia itu, supaya mereka jadi punya karakteristik begitu?

Jangan-jangan mereka mau mem-framing, bahwa orang dewasa harusnya mikir soal cinta, harta dan drama aja. Sedangkan orang yang suka berimajinasi dunia fantasi, itu kumpulan orang yang gagal tumbuh dewasa.

Ah entahlah. Yang jelas, kondisi ini membuatku merasa terasing. Pada kenyataannya, aku juga sulit menemukan orang yang asyik diajak berimajinasi mengenai dunia fantasi. Kebanyakan teman yang aku punya, mereka sudah terlalu disibukkan dengan persoalan "dewasa" mereka.

Huft, sometimes I don't wanna grow up at all.

Komentar