Langsung ke konten utama

Film Godzilla Minus One

Aku gak nyangka film Godzilla Minus One ini bagus banget. Sebelum nonton, aku lihat review, katanya sih bagus. Cuma bagusnya itu dari aspek karakternya, bukan Godzilla-nya. Sedangkan aku, bukan tipikal audiens yang peduli sama karakter ketika nonton Godzilla.

Poster film godzilla minus one

Contohlah Godzilla yang bikinan Hollywood, yang King of Monster sama Versus King Kong. Aku mah gak peduli sama karakternya, mau mati kek, sacrifice kek, bodoh. Yang aku pingin tonton adalah scene Ghidorah lawan Rhodan, Godzilla tag team sama Mothra.

Makanya ketika aku dengar Godzilla Minus One bagus dari aspek karakter, dan mediocre sama aspek Godzilla-nya sendiri, aku jadi kurang tertarik. But boy, I am wrong.

Protagonisnya, bagus banget. Aku yang awalnya gak peduli, bisa dibikin nangis gara-gara konflik yang dialami karakter. Sebenarnya secara ide simple. Dia adalah mantan prajurit perang yang merasa bersalah karena dia yang menyebabkan rekan-rekannya terbunuh oleh Godzilla, dan dia ingin balas dendam. Ide kayak gini kan banyak dipake. Bahkan juga dipake sama Godzilla versi Hollywood, seorang ayah ingin balas dendam karena Godzilla menyebabkan anaknya meninggal.

Tapi yang bikin protagonis kali ini beda dan interesting, adalah mereka memasukkan unsur setting Jepang pasca Perang Dunia. Ditunjukkan bahwa si protagonis lari dari tanggung jawab sebagai pilot kamikaze, kehilangan orang tua karena serangan udara sekutu, terus ketemu cewek yang selamat dari perang yang membawa bayi dari orang lain yang gak selamat. Good God, that's clever storytelling!

Bandingkan sama yang versi hollywood. Membosankan, ya kan?! Seorang ayah kehilangan anak, merasa bersalah, bla bla bla. Bukannya aku gak bisa empati. Masalahnya boring banget gitu lho. Udah dipake di banyak film. Jadi rasa empatinya agak berkurang.

Itu secara konsep awal, protagonis Godzilla Minus One ini udah bagus. Berikutnya dalam build up karakternya juga bagus banget. Mereka tunjukkan bagaimana si protagonis yang awalnya gak peduli sama orang lain, jadi tanggung jawab sama si cewek sama anak kecil yang dibawanya. Mereka hidup bersama beberapa tahun, struggle, sad, and happy together.

Sama kayak versi Hollywood, nggak?! Protagonisnya punya keluarga, punya istri, cinta anak, bla bla bla. But, you're wrong.

Protagonis di Godzilla kali ini, dia memang hidup sama perempuan seorang anak selama beberapa tahun, tapi bukan otomatis mereka married, atau having sex. Ini budaya timur bro, dan ini pasca perang. Jadi si protagonis merasa ragu untuk menikahi si cewek, dan juga ragu untuk menganggap si anak sebagai anaknya sendiri. Meskipun ditunjukkan bahwa si cewek ada rasa, dan si anak juga secara verbal panggil dia ayah.

Just fcking marry her, god damn it! Jadi kita sebagai audiens dibuat gregetan sama build up karakter protagonis. Kita dikasih hope bahwa at this point, they're gonna be a real family.

But no, di tengah-tengah cerita, Godzilla nyembur bom atom ke tengah kota, dan si cewek kena kesababannya. WHAT THE FCK!!!

Iki film pancen lonte asu! Koq bisa-bisanya karakter yang kita sudah invest emosi mereka, terus dibunuh gitu aja di tengah film. Anjing sumpah.

Tapi justru karena itu, kita jadi ikut merasakan apa yang diinginkan protagonis. Bahwa dia ingin balas dendam, bahkan mati sekalipun. Karena dia sudah mengalami banyak kehilangan, baik sebelumnya maupun kejadian yang terbaru. Dan semua itu karena Godzilla.

Ini yang aku gak bisa rasakan pada film Godzilla versi Hollywood. Kita tahu protagonisnya ingin balas dendam, kehilangan orang tercintanya, tapi aku gak merasakan motif yang kuat ada padanya.

Dan kayaknya ini film Godzilla pertama yang aku merasakan dia sebagai pure villain. Aku memang gak nonton semua versi film Godzilla. Tapi yang aku tahu, Godzilla selalu diportrait kalau gak anti-hero atau pure hero. Di film kali ini, gara-gara Godzilla menyebabkan kematian si cewek, aku jadi beneran marah dan pingin Godzilla mati. Anjir.

Adapun fight scene-nya juga bagus konsepnya. Ingat saat aku bilang kalau audiens film Godzilla itu lebih suka aspek action ketimbang karakter?! Ya film ini juga memenuhi aspek itu. Mereka memberikan action baru, beda dengan film pendahulunya. Mereka tawarkan cara membunuh Godzilla bukan dengan senjata api atau nuklir, karena memang konteksnya ini pasca perang, teknologi belum advance. Caranya adalah dengan menggunakan mekanisme alam, yaitu menenggelamkan Godzilla dan membiarkan tekanan kedalaman laut membunuhnya. That's cool bro!

Ditambah juga si protagonis melakukan manuver kamikaze ke mulut Godzilla, karena itu bagian paling lemah dari tubuhnya yang penuh armor. Dan kerennya tuh, strategi ini gak dimunculkan tiba-tiba. Tapi sudah ada foreshadowing sebelumnya. Misalnya kamikaze, itu udah sejak awal pengenalan karakter. Terus cra menjebak Godzilla pake dua kapal dengan kabel, itu juga sudah foreshadow. Dan banyak hal lain sudah ada foreshadow. Jadi kita audiens gak merasa "tiba-tiba sebuah grup ilmuwan menemukan cara bla bla bla."

Yang terakhir ending filmnya... Aku udah kehabisa kata-kata. Ini pure emosional sih. Jadi sebelumnya si protagonis kan sudah ada keinginan mati aja untuk membalaskan dendam. Tapi sebelum berangkat, dia pamitan kan ke anaknya. Terus anaknya tuh nangis, gak pingin si protagonis ninggalin dia.

Nah terus juga sebelumnya ditunjukkan kalau pesawat yang dia terbangkan itu model baru, dan memiliki mekanisme ejection seat. So, sesaat sebelum dia kamikaze-in pesawatnya ke mulut Godzilla, si protagonis eject seat dan selamat. Dan ini menjadi simbol redemption dan hope bagi dia. Bahwasannya dia sudah menunaikan tanggung jawabnya sebagai pilot kamikaze dan juga tetap hidup untuk anaknya.

Dan terakhir, guess what, si cewek ternyata selamat dari semburan Godzilla sebelumnya. Memang agak terkesan plot armor. But God, they fcking deserved to be a real family!!!

Kesimpulan, ini salah satu film terbaik yang pernah aku tonton. Gak hanya terbaik di antara film Godzilla, tapi juga terbaik di antara film lain yang ber-genre monster slash action slash fantasy slash drama slash romance. Good job!

Komentar