Langsung ke konten utama

Film DreadOut

Film DreadOut ini film horror adaptasi game. Versi game-nya bagus. Tapi film-nya goblok banget anjir.

Poster film DreadOut

Ada banyak hal yang mengecewakan dari film ini, mulai dari karakter, plot, dan world building-nya. Tapi aku kritik jadi dua poin aja, kritik film ini sebagai film horror, dan kritik sebagai film adaptasi game.

Sebagai film horror, harusnya bisa memunculkan rasa ngeri bagi penontonnya. Salah cara memunculkan rasa ngeri adalah dengan membuat penonton bisa relate sama apa yang terjadi di dalam film. Oleh karenanya, film horror mengharuskan plotnya itu logis, sesuai dengan yang terjadi di kehidupan penonton.

Misal, ketika melihat sesuatu yang menakutkan, respon orang normal adalah takut, lari, dan menghindarinya. Ini adalah respon yang relatable. Kalau responnya santuy aja atau panik berlebihan, ini penonton gak bakal bisa relate.

Di film Dreadout, hampir semua respon karakternya, atau plotnya, itu pada gak logis. Dialognya gak nyambung.

Contoh, satu karakter ngomongin soal portal, eh yang diajak ngomong responsnya ngomongin keris.

Terus juga ada kejadian mereka pingin keluar dari apartemen. Tapi katanya gak bisa karena pagarnya dikunci. Eh lonte, emang tuh pagar setinggi tembok Shiganshina apa? Cari tali kek, atau kayu apa gitu. Wong kalo dilihat juga itu pagar cuma seng, bukan pagar tembok.

Contoh kegoblokan dialog dan plot itu gak cuma sekali. Setiap scene pasti ada gobloknya. Aku tuh berusaha mematikan daya IQ otakku yang cuma dua digit, tapi tetep aja gak bisa gak notice gobloknya film ini.

Kritik berikutnya dari sisi film ini sebagai adaptasi game. Film adaptasi game itu bisa laku ke audiens yang main atau tahu game tersebut. Oleh karenanya, kamu harus tahu apa sih yang menarik dari game tersebut di mata gamer-nya. Lalu bawa sisi menariknya game tersebut di film.

Game Dreadout, ini cukup sukses untuk level game buatan lokal. Dan yang bikin game ini sukses adalah pada aspek petualangan dan beragam monster atau hantu dalam game tersebut.

Oleh demikian, harusnya filmnya tuh mengedapankan aspek petualangan dan hantu-hantu ini. Harusnya, filmnya tuh tentang anak sekolahan yang terjebak di desa hantu, terus berhadapan dengan beragam hantunya mulai dari pocong, kuntilanak, sundel bolong, tuyul, banaspati, dan semuanya. Kalau pun ceritanya gak mirip, minimal aspek-aspek di atas tetap harus ada.

Persoalannya film Dreadout ini adalah mereka benar-benar jauh dari game aslinya. Aspek petualangannya gak ada, diganti sama keluar masuk portal di apartemen dan rumah gaib. Hantunya yang muncul juga cuma ada pocong sama kebaya merah doang.

Rasanya tuh, antara film dan game, ini adalah dua franchise yang berbeda. Karena gak ada kemiripan sama sekali. Sisi unik dari game itu ga ada di film.

Mungkin satu-satunya keunikan yang diambil adalah pada aspek cara mengalahkan hantu dengan flashing kamera smartphone. Pun ini juga gak banyak dieksplorasi. Bahkan di akhir ketika mengalahkan final boss, si karakter utama gak menggunakan smartphone, tapi keris. So, apa bedanya film ini dengan film horror pada umumnya.

So secara umum, film ini goblok, dan mubazir potensi game orisinilnya.

Oh, ada satu lagi yang aku kecewa: Linda is supposed to be thicc

Komentar