Langsung ke konten utama

Renungan Pinggir Sungai

Siang ini aku menghabiskan waktu siang berada di pinggiran sungai desa. Tak tahu mengapa aku berakhir di situ. Padahal awalnya hanya ingin berkeliling ria mengitari desa. Mungkin aliran sungai ini memiliki magnet tersendiri.

Kawasan Sungai Dam Grogol

Di desaku, sungai ini tidak memiliki nama. Atau mungkin hanya aku saja yang tak tahu namanya. Yang aku tahu, orang-orang desaku menyebut kawasan ini sebagai Dam Grogol, karena memang tempat ini dekat dengan pintu air (atau dam) yang mengatur laju aliran sungai ini.

Menjadi perbatasan desa, kawasan ini sering dikunjungi atau sekedar dilewati orang. Dari tempatku duduk, bisa kulihat para penjual asongan sedang melayani pelanggannya. Ada anak-anak yang bermain dan mandi di sungai. Ada orang-orang yang menyalurkan hobi memancingnya. Ada pula orang sepertiku, yang hanya duduk tanpa tahu mengapa.

Bisa dibilang sungai ini cukup besar. Aku tidak tidak tahu seberapa lebar ukurannya, atau seberapa kedalamannya. Tapi jika melihat sistem alur pintu airnya, nampaknya pada masa dahulu sungai ini menjadi sumber irigasi utama wilayah perkebunan tebu di daerah sini.

Aku pernah melakukan PKL di daerah warga nelayan kupang wilayah timur Kabupaten Sidoarjo. Salah satu aparat desa di sana mengatakan, bahwa untuk pergi melaut, warganya menggunakan transportasi sungai, yang aliran sungai tersebut merupakan lanjutan dari sungai Dam Grogol ini. Iya, ini sungai yang bisa digolongkan cukup utama dari segi fungsinya.

Renungan Sungai

Namun kedatanganku kemari bukan untuk menggali efektifitas dan efisiensi fungsi sungai terhadap kesejahteraan masyarakat. Tidak, biarlah itu menjadi tanggung jawab aparat terkait.

Aku datang kesini bertujuan untuk.. entah apa tujuanku. Aku hanya duduk menikmati suasana pinggiran sungai ini. Tanpa tujuan, hanya membebaskan pikiran.

Kebetulan angin sedang berhembus berlawanan arah dengan arus sungai, sehingga menghasilkan riak ombak kecil di permukaannya. Damai nian pemandangan ini. Apalagi langit sedang biru menaungi. Terik sebelum dhuhur pun tak begitu terasa karena angin sejuk membawa harum sungai menerpa tubuh.

Jika aku masih kecil, mungkin ibu tak akan mengijinkan aku untuk bersemayam di pinggir sungai seperti ini. Terlalu berbahaya. Entahlah, bagaimana bisa para orang tua berpikir sungai yang indah ini begitu membahayakan.

Faktanya, anak-anak semasaku kecil dulu seringkali main ke sungai. Setiap pulang sekolah kami buru-buru ganti baju dan segera berlari ke sungai, sebelum dicegat oleh orang tua. Tidak peduli dengan makan siang, karena di sungai itu kami bisa memancing ikan dan mengkonsumsinya. Ya meskipun pengolahan ikannya sederhana, hanya dibakar. Kalau beruntung, kita bisa mendapat bumbu masakan di sekitar sana juga, seperti cabai atau petai yang tumbuh liar di pinggiran sungai.

Selain mencari ikan, yang paling menyenangkan untuk dilakukan di sungai tentunya adalah nyebur. Aku masih ingat rasa segarnya, kala matahari terik, kami melompat dari dahan pohon, terjun ke tengah sungai.

Namun demikian, aku bukanlah seorang perenang handal. Kenyataannya, aku pernah hampir mati tenggelam. Kala itu air sungai lebih tinggi dari biasanya, karena malam sebelumnya terjadi hujan deras. Aku tidak mengira-ngira terlebih dahulu, begitu saja menceburkan diri ke sungai. Betapa terkejutnya aku saat kakiku tidak bisa menemukan pijakan dasar.

Aku bergerak-gerak gelagapan. Tak mampu berteriak karena mulutku di bawah permukaan. Untungnya, entah bagaimana caranya, tanganku bisa meraih pinggiran sungai dan segera keluar darinya. Terdiam, aku begitu bersyukur dan menyesal telah bertindak bodoh.

Mungkin ada benarnya nasehat orang tua untuk menjauhkan anaknya bermain di sungai. Karena anak-anak memang acapkali bertindak bodoh. Mereka juga bisa saja diculik oleh kalap karena kebodohan itu.

Kalian tahu soal kalap? Ini adalah mitos yang beredar di masyarakat sini. Kalap merupakan makhluk gaib penghuni daerah sungai, yang bisa menculik anak-anak dengan cara menenggelamkan mereka. Katanya, makhluk ini bisa menyerupai wujud manusia yang dikenal, lalu membujuk si anak untuk masuk ke dalam sungai.

Percaya tidak percaya, kasus anak hanyut di sungai sudah terjadi beberapa kali, termasuk salah satunya di sungai hadapanku ini. Oleh karenanya, saat kecil dulu, aku dan teman-teman sangat jarang atau mungkin tidak pernah mandi di sungai ini. Sungai sebesar ini, pastilah kalapnya ganas luar biasa, pikir kami.

Mungkin kalian bisa menyebut kami warga yang kolot, percaya hal mistis. Kami tidak masalah. Karena tak seperti warga modern, hal yang demikian terjadi begitu dekat dalam kehidupan kami.

Kakakku sendiri pernah mengalami hal serupa. Saat kecil, dia pernah tercebur di sungai. Bapak lengah dalam mengawasi kakakku. Warga yang melihat kakakku tercebur langsung berteriak dan terjun ke sungai, namun terkejut, sungai tersebut kosong, tidak ada tanda adanya kakak di sana.

Seluruh tetangga sekitar dikerahkan untuk menyusuri sungai yang notabene cukup kecil, mencegatnya di ujung, namun tidak juga ditemukan tubuh kakakku. Setelah sekitar satu jam pencarian, barulah tubuh kakak muncul keluar tepat di mana dia terjatuh.

Mistis, bukan?!

Simpulan

Tidak kusangka rekreasi tanpa niat begini bisa membuatku merenung sampai sejauh ini. Mungkin begitulah dampak yang ditimbulkan oleh sungai. Ia tidak hanya bermanfaat langsung pada kehidupan ekonomi masyarakat, namun juga membantu kita merefleksikan diri. Permukaannya yang indah nan tenang, menarik perhatian kita. Namun di balik ketenangannya itu, tersimpan kegelapan di kedalaman. Seperti diriku, juga mungkin kalian, di samping memori kebahagiaan kita di masa kecil terhadap suatu hal, ternyata bisa saja tersimpan kisah sedih dan penuh misteri juga.

Aku harus mengakhiri perenunganku sampai sini. Ada pekerjaan yang harus aku selesaikan. Ingat, aku kesini hanya untuk membebaskan pikiran sejenak dari masalah keseharian. Jika terlalu lama merenung begini, bukannya pikiranku terbebaskan, malah bisa saja aku lepas sepenuhnya dari kehidupan.


Komentar