Langsung ke konten utama

Mimpi, Orang Mati, dan Warisan


Bagi warga di sekitar tempat tinggalku, pandemi ini membawa dua macam bencana, yaitu kemiskinan dan kematian. Kebijakan PPKM yang banyak membatasi aktivitas pasar dan restoran, berdampak cukup besar bagi warga sini yang mata pencahariannya bertani sayuran.

Selain itu, di tengah perekonomian yang terpuruk, banyak warga yang meninggal dunia. Bisa jadi mereka meninggal karena covid, bisa pula tidak. Entahlah, warga sini juga tidak pernah mau dibawa ke fasilitas kesehatan jika sakit. Alhasil, jarang diketahui sebab musabab meninggalnya.

Barangkali, mereka meninggal bukan karena covid, namun karena kemiskinan yang menjerat. Sudah menjadi asumsi umum, orang yang tidak memiliki uang mudah terserang penyakit karena pikirannya yang terlalu stress.

Adapun maraknya kemiskinan dan kematian warga ini, memunculkan fenomena baru yang cukup menarik. Belakangan ini, beberapa keluarga mengaku dihantui dalam mimpi oleh orang terdekatnya yang sudah meninggal. Semuanya sama, orang terdekatnya berpesan untuk menjual tanah atau rumah untuk uangnya diberikan kepada si fulan misal.

Tentu saja ini menimbulkan pertanyaan yang menggelitik, apakah bisa orang mati tersebut berpesan demikian? Ataukah warga ini terlalu kreatif mereka-reka cerita mimpi itu demi menguasai harta dan lepas dari kemiskinan?

Berikut ini merupakan pendapatku mengenai fenomena ini.

Orang Mati

Tentu ada banyak versi penjelasan mengenai bagaimana kelanjutan seseorang yang sudah meninggal. Bergantung pada agama dan budaya, ada yang menganggap orang mati ya sudah mati, tidak ada sangkut pautnya lagi di dunia. Ada yang menganggap orang mati masih berkeliaran di sekitar makhluk hidup.

Warga sekitarku tergolong kaum beragama secara tradisi. Mereka percaya orang mati masih memiliki kehidupan lanjutan, yaitu alam kubur sebelum nanti dibangkitkan pada hari kiamat. Selama masa penantian di alam kubur, ada berbagai macam keadaan arwah di sana, ada yang menunggu dalam kenikmatan, ada pula yang disiksa kubur.

Selain itu, yang menarik dari kepercayaan warga sini, arwah orang meninggal bisa kembali pulang ke rumah pada hari-hari tertentu. Oleh karenanya di sini ada tradisi selamatan 7 harian, 40 harian, 100 harian. Mereka percaya, jika keluarganya tidak melakukan selamatan, si arwah orang meninggal bisa menghantui dan berpesan pada orang yang sudah hidup untuk mengadakan selamatan.

Aku sendiri seorang muslim, percaya bahwa ada kehidupan sesudah mati. Namun aku kurang sepakat dengan asumsi bahwa orang yang sudah meninggal masih bisa berpesan pada orang yang masih hidup.

Menurutku, jika seseorang sudah meninggal, maka seharusnya dia sudah tidak bisa lagi ikut mencampuri urusan dunia. Jika demikian bisa dilakukan, maka tak adil rasanya. Kematian haruslah menjadi waktu tenggat bagi seseorang menyelesaikan apapun yang jadi urusannya. Dengan demikian, manusia bisa menghargai waktu hidup dengan sebaiknya.

Meskipun aku juga sepakat ide tentang “bekas energi kehidupan,” yaitu kita bisa meninggalkan jejak energi jika kita pergi. Oleh karenanya terdapat fenomena seseorang bisa berkomunikasi dengan “orang meninggal.” Ini bukan berarti si orang meninggal itu sendiri yang berkomunikasi, namun hanya jejak energinya (yang entah, mungkin dimanfaatkan oleh makhluk lain di sekitarnya).

Dengan demikian, aku kurang percaya terhadap warga-warga tersebut di atas yang mengatakan bahwa anggota keluarganya yang sudah meninggal telah mendatangi dia dan berpesan padanya. Aku percaya, apa yang mereka lihat itu bukan si orang yang meninggal, namun hanyalah mimpi.

Mimpi

Masih menjadi satu kesatuan sistem kepercayaan mereka, mimpi dianggap bisa menjadi media bagi orang yang sudah meninggal untuk berkomunikasi. Misalnya, jika keluarga tidak berziarah ke kuburan setiap hari Kamis dan mengirimkan doa, katanya orang yang meninggal bisa datang ke mimpi mereka dan meminta doa.

Lebih luas dari itu, masyarakat sini percaya bahwa mimpi merupakan media bagi kita untuk bersentuhan dengan dunia gaib. Makanya di kalangan masyarakat terdapat semacam penafsiran mimpi misalnya, jika kita bermimpi bertemu ular, itu berarti pertanda bahwa kita akan memiliki anak.

Aku sendiri memahami mimpi sebagaimana yang diajarkan pada ilmu psikologi, bahwasannya mimpi merupakan bauran simbol alam bawah sadar kita yang mencuat ke permukaan. Mimpi memang bisa ditafsirkan. Namun penafsirannya ditujukan untuk mengetahui kondisi alam bawah sadar kita.

Misal aku pernah mimpi berturut-turut kejadian yang membuatku marah. Aku memaknai mimpi tersebut sebagai penyadar bahwa kondisi mood-ku belakangan ini adalah sedang marah, dan aku harus aware terhadap hal tersebut. Jadi tidak ada sangkut pautnya dengan kejadian gaib atau semacamnya.

Dengan demikian, tidak benar anggapan warga tersebut di atas bahwa orang terdekatnya hadir di mimpi dan memberikan pesan kepada mereka, apalagi pesannya berbicara soal warisan.

Warisan

Semua manusia jika kewarasannya masih normal, siapapun pasti senang mendapatkan warisan. Beberapa di antaranya bahkan tega saling menjegal saudara demi warisan. Tak terkecuali warga lingkungan sini.

Apalagi warga sini tipikal keluarganya itu punya banyak anak, namun harta tinggalannya cuma sedikit. Walhasil, ada kecenderungan untuk seorang saudara ingin menguasai sebagian besar harta warisan orang tuanya.

Sebenarnya kan sudah ada hukum Islam yang mengatur prosentase pembagian warisan. Namun dalam konteks masyarakat sini, itu agak sulit dilakukan. Semisal, bagaimana caranya membagi rumah cuma satu, kecil pula, menjadi tujuh bagian (karena ada tujuh anak)?

Oleh karenanya, pembagian warisan di sini seringnya berdasarkan wasiat orang tuanya. Kepada siapa rumah itu diberikan, kepada siapa simpanan emasnya, itu bergantung pesan orang tuanya sebelum dia meninggal.

Namun demikian, kematian di masa pandemi kemarin cukup menyulitkan pembagian tersebut. Pasalnya, si yang punta warisan ini meninggal cukup mendadak tanpa sempat memberikan wasiat. Hal ini karena ada aturan isolasi, si orang yang sakit tidak bisa ditemui, namun dalam beberapa hari, tiba-tiba meninggal begitu saja.

Mungkin inilah yang mendorong warga tersebut di atas “mengarang” soal ditemui orang yang sudah meninggal dan berpesan membagikan harta warisan. Jadi, sebenarnya tidak ada sangkut pautnya dengan arwah orang yang sudah mati, namun ini hanya motif ekonomi. Di tengah krisis pandemi ini, menerima harta warisan secara utuh bisa menjadi oasis tersendiri.

Kesimpulan

Fenomena ditemui arwah orang yang sudah meninggal melalui mimpi, dan mendapatkan pesan perihal warisan ini, bisa jadi hanyalah rekaan semata. Mereka sedang terhimpit secara ekonomi. Membutuhkan pemasukan entah dari manapun. Warisan bisa jadi alternatif harapan mereka.

Namun orang yang berkuasa atas warisan mereka, meninggal begitu cepatnya tanpa sempat memberikan wasiat. Maka habis gelap, terbitlah kreatifitas. Orang-orang ini memanfaatkan keadaan itu untuk mengarang cerita bahwa orang yang sudah meninggal tersebut menemuinya di alam mimpi dan berpesan untuk membagi warisan.

Tentu saja ini hanya pendapatku. Bisa jadi mereka memang memimpikan bertemu orang terdekat mereka dan bicara soal warisan. Bisa saja kan?! Karena jika kita menginginkan sesuatu, kadang bisa terbawa ke mimpi. Dalam hal ini, mereka kan sangat menginginkan warisan.

Atau bisa jadi aku yang salah. Bisa jadi orang yang sudah meninggal bisa menemui kita dalam mimpi. Wallahu a’lam..

Komentar