Langsung ke konten utama

Merasa Belum Layak Menikah

gambar sketsa ayah ibu anak bermain bersama

Pernahkah kalian merasa tidak layak untuk menikah?

Saya pernah merasa takut menikah, karena merasa tidak layak menjadi suami atau ayah. Karena kondisi saya serba dalam kekurangan. Pekerjaan belum mapan, penghasilan pas-pasan, secara kedirian juga malas-malasan, suka main keluyuran. Saya tidak yakin akan menjadi seseorang yang bertanggung jawab.

Bapak Bercerita

Beliau orang desa, hidup pada era orde baru. Pekerjaannya serabutan, kadang tidak ada penghasilan. Tapi untungnya selalu ada yang bisa dimakan (dari tanaman-tanaman yang tumbuh di sekitar seperti ubi, singkong, daun pepaya).

Secara kepribadian, beliau suka keluyuran. Hidupnya bebas tidak karuan, bahkan cenderung seperti preman. Kalau ada yang menantang, beliau tak ragu untuk saling baku hantam. Pokoknya jauh lah dari kesan kebapakan.

Kalau ngomongkan siap gak siap, kata beliau, tentu saja tidak ada laki-laki yang benar-benar siap untuk menikah. Setiap orang pasti ada keraguan. Apakah si dia merupakan perempuan yang tepat, bagaimana menghidupi anak nantinya, bagaimana kalau tiba-tiba usaha kita bangkrut atau berhenti kerja. Ada terlalu banyak masalah yang menanti seorang kepala rumah tangga.

Tapi toh kenyataannya semua laki-laki itu menikah, ya kan?! Apa yang membuat kita berani berkomitmen untuk berumah tangga?

Sederhana jawabnya, karena cinta dan agama.

Cinta membuat kita berani menghadapi segalanya. Beban akan terasa ringan kalau kita melakukannya demi orang yang dicinta. Apalagi saat kau punya anak, dan punya anak lagi, beban akan bertambah. Tapi semakin banyak tanggungan keluarga, semakin besar pula alasan untuk berusaha. Ditambah keyakinan bahwa kau melakukannya untuk agama, maka tenang saja rasanya. Allah pasti akan menunjukkan jalan-Nya.

Kalau kamu ketakutan, kata beliau lagi, itu wajar. Kamu masih muda. Yang kamu lihat hanyalah yang tampak oleh mata. Sedangkan kau melihat bapakmu ini sebagai orang yang harus menderita karena kondisi keluarga kita. Bapak minta maaf untuk itu.

Tapi percayalah, seorang laki-laki akan berubah ketika dia sudah berumah tangga.

Jika bapak dulu tidak menikah, mungkin bapak sampai sekarang akan tetap menjadi preman. Tapi kenyatannya, kelahiran anak pertama memberikan bapak alasan untuk berubah, menjadi lebih bertanggung jawab mengemban amanah.

Kesimpulannya

Terkadang kita tidak perlu menunggu layak untuk menikah, tapi justru pernikahan yang membuat kita berubah menjadi layak. Sebuah nasehat yang bagus dari seorang bapak, yang sudah tiga puluhan tahun menjalani lika-liku rumah tangga. Mungkin sekarang ini saya belum melihat nilai kebenaran nasehatnya. Tapi suatu saat nanti saya yakin, saya akan merasakannya, nanti saat saya sudah menjadi seorang ayah.

Komentar