Beberapa hari lalu aku sepedaan ke pusat kota, dan melewati jalan Gading. Dan aku baru tahu kalau pedagang kaki lima di situ sudah diatur dan jadi semakin baik.
Belanja kalangan menengah kebawah
Untuk kalian yang tidak tahu, Gading adalah sebutan orang sini untuk jalan besar di daerah Perumahan Gading. Jalan ini begitu populer oleh karena merupakan tempat jualan puluhan pedagang kaki lima.
Dagangannya macam-macam. Mulai dari barang-barang rumah tangga seperti gastok baju, sampai yang jual helm pun ada. Yang paling banyak sih jualan pakaian dengan kualitas rendahan. Intinya, kalau seseorang butuh barang, namun menghindari beli di toko atau mall karena harganya yang mahal, maka larinya ke Gading sini.
Semua orang juga tahu kalau barang yang dijual itu murahan. Namun memang itu yang mereka butuhkan. Murah dan mudah diakses. Misal, gastok pakaian. Apa kita butuh yang bermerk dan harga mahal kalau toh fungsinya ya cuma buat gantung pakaian saja? Begitupun dengan pakaian, celana jeans misal. Orang-orang tidak butuh yang bermerk kalau toh yang murah saja sudah cukup bisa dipakai.
Ya tentu saja kalau kalian adalah golongan menengah atas yang gengsi, tentu kalian gengsi beli barang di sini. Tapi bagi masyarakt menengah ke bawah, tempat ini seringkali jadi opsi tempat belanja barang tertentu.
Masalah kemacetan
Makanya tak heran kalau Gading selalu rame oleh penjual dan pembeli, terutama saat akhir pekan. Meskipun seperti yang sudah aku bilang, tempat ini pada dasarnya adalah jalan besar. Namun karena ramainya orang, ini terlihat lebih seperti pasar daripada jalan. Bahkan seperti sudah jadi pengetahuan umum orang Sidoarjo, kalau akhir pekan, jangan lewat Gading. Pasti macet.
Gak hanya akhir pekan saja sih, hari-hari biasa juga. Meskipun tidak sebegitu padat, namun beberapa pedagang masih membuka lapaknya tiap hari. Dan pengendar yang lewat, meskipun juga tidak niat membeli, mereka juga memperlamban laju kendaraannya. Karena, ya tentu saja barang-barang dagangan yang dipamerkan penjual itu menarik perhatian kita buat cuci mata.
Oleh karenanya, masalah kemacetan selalu jadi isu sosial di daerah ini. Seingatku dulu pernah ada desakan untuk menggusur para PKL, dari warga perumahan elit di situ. Mereka sangat terganggu, karena ya wajar, itu jalan utama mereka.
Namun tentunya para pedagang juga tidak terima. Karena ini bicara soal tempat mereka mengais makanan. Kelanjutannya bagaimana, aku tidak terlalu mengikuti. Sepertinya ya PKL yang menang karena faktanya mereka masih jualan di situ.
Lebih teratur
Nah, kemarin aku lewat sini, jalan Gading ini terlihat lebih lebar. Ya nggak lebih
lebar juga sih, karena memang seharusnya lebar begitu. Intinya terlihat lebih rapi, tidak macet seperti dulu, meskipun para pedagang masih pada berjualan di situ.
Dan aku baru ngeh kalau yang membuatnya rapi begitu adalah karena lapak pedagangnya tidak lagi berada di bahu jalan. Kini mereka dikasih tempat di... apa ya itu namanya? Trotoar?! Bukan. Pokoknya bagian pinggirnya jalan yang biasanya ditanami tanaman atau pohon gitu. Nah, tempat itu yang kini jadi lapaknya para pedagang.
Sejak kapan ya jadi begitu? Seingatku terakhir kali aku lewat Gading itu masih macet, deh?! Tapi aku sendiri juga lupa sih kapan terakhir kali lewat sana. Empat tahun lalu?! Buset, lama banget, hahaha...
Dan siapa yang menginisiasi pengaturan tempat seperti itu? Para pedagang sendiri?! Gak mungkin deh. Pasti ada dialog juga sama pihak otoritas. Mungkin ini juga bagian dari kesepakatan atas protes yang dulu itu, di mana ini menguntungkan kedua belah pihak: jalanan gak macet, dan pedagang masih bisa berjualan.
Ya entah kapan diatur begini, dan siapa yang menginisiasinya, intinya aku cukup bangga dengan wajah Gading yang sekarang. Jalanan itu kini lebih ramah pengendara namun tetap mempertahankan reputasinya yang juga ramah bagi kantong warga.
Komentar
Posting Komentar