Lebih dari dua bulan ini aku menonaktifkan aktifitas media sosial. Facebook, Twitter, dan Instagram. Biasanya aku aktif posting, komen, hadir di setiap konversasi grup, kini aku hilang begitu saja.
Bukan kenapa-kenapa. Aku tidak ada masalah signifikan dengan media sosial. Aku tidak dibully. Aku tidak dikucilkan di forum. Malahan bisa dibilang aku jadi semacam center opini di Twitter. Ya meskipun hanya ratusan saja yang like dan retweet, tetap saja itu menyenangkan, ya kan?!
Namun entahlah, belakangan ini semua kesenangan itu terasa hambar. Bahkan mungkin menekan. Semakin kesini, semakin terasa tidak ada kebebasan dalam beropini di media sosial.
Mungkin ini merupakan efek ketenaran. Dahulu saat media sosialku sepi, hanya punya beberapa kontak teman saja, rasanya bisa bebas berekspresi. Entah curhat, posting kata bijak, atau bahkan membahas PR dari sekolah.
Kini, kontak media sosialku terdiri tidak hanya teman dekat saja, tapi juga orang asing yang aku tidak pernah tahu rupa atau tempat tinggalnya. Semakin banyak orang melihat akun media sosialku, semakin aku merasa tertekan untuk posting sesuatu yang menyenangkan mereka.
Contohnya, akun Twitter-ku dikenal karena postingan tentang Kpop. Yang mem-follow pun para penggemar grup musik Korea. Itu membuatku merasa harus selalu posting tentang topik tersebut. Aku tidak bisa lagi posting tentang kegalauan atau kerandoman kegiatanku.
Akun Facebook dan Instagram-ku mungkin tidak seramai Twitter. Namun tetap saja ada tekanan di sana. Melihat akun teman-teman lain posting tentang pekerjaan, liburan, dan keluarga mereka, membuatku merasa tertekan untuk tentang itu juga. Tidak ada lagi ruang untuk posting sesuka hatiku.
It’s done, I am leaving social media.
Oleh karenanya dua bulanan ini aku keluar dari dunia itu. Aku matikan semua notifikasinya. Bahkan beberapa minggu lalu aku disable akun Facebook dan Instagramku. Kalian sudah tidak lagi bisa mencari akunku di sana. (Akun Twitterku kubuat privat saja, karena disable-nya bersifat permanen, sedangkan sayang akun yang lama dibuat itu dihapus begitu saja, ada nilai ekonominya).
Dan ya, tidak buruk juga hidup tanpa media sosial. Aku tidak merasa tertekan lagi untuk posting sesuatu. Tidak terasa lagi cemburu dan iri hati melihat postingan kesuksesan orang lain. Tidur jadi lebih pulas tanpa scrolling timeline. Menyelesaikan pekerjaan jadi lebih fokus tanpa distraksi keinginan cek notifikasi.
Aku jadi berpikir, kenapa selama ini aku merasa begitu terikat dengan media sosial ya? Kenapa tidak sejak dulu aku hapus saja?
Ya, mungkin karena dulu aku masih ada kepentingan untuk membangun atau mempertahankan relationship-ku dengan banyak orang. Untuk bisa begitu, aku harus tahu asumsi tentang asumsi orang-orang itu, kesukaannya, kegiatannya. Dan di mana lagi tempat paling mudah untuk memata-matai informasi itu? Ya, media sosial.
Sedangkan kini, aku tidak memiliki kepentingan seperti itu lagi. Mata pencaharianku tidak begitu butuh koneksi dengan banyak orang. Teman-temanku hanya sedikit, dan hampir semuanya bisa aku hubungi dan ketahui kabarnya tanpa perlu mengecek postingan status mereka.
Ya, sekarang aku terbebas dari belenggu media sosial.
Sedang Menikmati Dari Kawan Lama
BalasHapus